Pengertian dari sistem ekonomi adalah kumpulan dari aturan-aturan atau kebijakan-kebijakan yang saling berkaitan dalam upaya memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran.
Sistem ekonomi dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu :
1. Sistem Ekonomi Tradisioanal
2. Sistem Ekonomi Pasar (Liberal/Bebas)
3. Sistem Ekonomi Komando (Terpusat)
4. Sistem Ekonomi Campuran
Dalam tulisan ini, yang saya ingin bahas ialah Sistem Ekonomi Tradisional.
Sistem Ekonomi Tradisional
Sistem ekonomi ini merupakan sistem ekonomi yang dijalankan secara bersama untuk kepentingan bersama (demokratis), sesuai dengan tata cara yang biasa ditempuh oleh nenek moyang sebelumnya.
Dalam sistem ini segala barang dan jasa yang diperlukan, dipenuhi sendiri oleh masyarakat itu sendiri. Tentunya Anda akan bertanya apa tugas pemerintah dalam sistem ekonomi tradisional ini?
Dalam sistem ekonomi tradisional, tugas pemerintah hanya terbatas memberikan perlindungan dalam bentuk pertahanan, dan menjaga ketertiban umum. Dengan kata lain kegiatan ekonomi yaitu masalah apa dan berapa, bagaimana dan untuk siapa barang diproduksi semuanya diatur oleh masyarakat.
Pada umumnya, sistem perekonomian ini berlaku pada negara-negara yang belum maju, dan mulai ditinggalkan.
Ciri-ciri sistem ekonomi tradisional :
a) Produksi dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan berlangsung secara sederhana.
b) Modal pengelolaan terbatas.
c) Pertukaran dilakukan secara barter.
d) Belum mengenal sistem pembagian kerja.
e) Perekonomian terikat pada tradisi yang ada.
f) Sumber daya terletak pada factor alam, terutama tanah.
g) Masyarakat sulit menerima perubahan
Kelebihan sistem ekonomi tradisional :
a) Hubungan dalam masyarakat sangat menjunjung rasa kekeluargaan.
b) Pekerjaan dilakukan secara gotong royong.
c) Tidak ada monopoli.
d) Setiap individu termotivasi untuk menjadi produsen.
Kelemahan sistem ekonomi tradisional :
a) Produktivitas rendah.
b) Hidup masyarakat sering berpindah-pindah.
c) Tidak memiliki alat satuan hitung dalam pertukaran.
d) Sulit mencari orang yang membutuhkan barang yang akan ditukarkan.
e) Maslah kepuasan sering diabaikan.
Cara memecahkan masalah ekonomi melalui sistem ekonomi tradisional.
Dalam mengatasi masalah pokok dalam ekonomi masih bersifat tradisional, sesuai dengan tingakat rekan yang sangat terikat adapt, tradisi warisan leluhurnya yang dianggap tabu bila dilanggarnya.
Dari penjelasan diatas, terlihat bahwa pemerintah tidak campur tangan dalam sistem ekonomi ini. Tugas pemerintah hanya terbatas memberikan perlindungan dalam bentuk pertahanan dan menjaga ketertiban umum. Dengan kata lain, kegiatan ekonomi yaitu masalah apa dan berapa, bagaimana dan untuk siapa barang diproduksi, semuanya diatur oleh masyarakat.
Pada umumnya, sistem perekonomian ini berlaku pada Negara-negara yang belum maju, dan sudah mulai ditinggalkan. Misalnya, Etiopia. Tapi pada umumnya, sistem ekonomi ini sangatlah primitif dan hampir tidak ada lagi di dunia.
Tapi bagaimana dengan Indonesia? Apakah sistem ekonomi tradisional masih ada di Negara kita ini?
Indonesia sebagai Negara yang memiliki banyak pulau, memungkinkan masih adanya masyarakat yang menggunakan sistem ini. Di beberapa daerah pelosok misalnya, seperti suku badui dalam, sistem ini masih digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Sistem Ekonomi Syariah
Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah atau sistim ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah.Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada ditengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrim, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha.Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur’an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur’an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi[5]. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain:
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi. Didalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti “kelebihan”. Dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 275 disebutkan bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba.tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…
Islam juga menempatkan kegiatan ekonomi sebagai sesuatu yang dimungkinkan berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Sebagai contoh model-model transaksi elektronik yang belum dikenal pada masa-masa awal berdirinya Islam diperbolehkan untuk digunakan.
Pembatasan dilakukan hanya pada apakah ada pihak yang dirugikan dalam transaski tersebut atau apakah transaksi tersebut dilakukan untuk barang yang haram diperdagangkan. Islam hanya mengatur syarat serta norma dan menyerahkan mekanisme, pendekatan bentuk dan model kepada masyarakat pada zamannya masing-masing.
Dengan demikian secara garis besar pengertian Ekonomi Syariah adalah semua kegiatan ekonomi baik yang telah dikenal dan dijalankan saat ini atau yang akan ditemukan kemudian yang tidak menimbulkan mudharat (kerugian) pada orang lain termasuk didalamnya tidak melibatkan barang, hal atau jasa yang diharamkan oleh Islam. Lebih ringkas, Ekonomi Syariah adalah kegiatan ekonomi yang berlandaskan aturan dan etika Syariah Islam.
Karena itu Ekonomi Syariah lebih luas dari sekedar perbankan dan asuransi syariah. Hotel, media cetak dan elektronik, retail, jasa, pasar modal, toko, warung dan banyak lagi contoh lainnya yang selama dikelola berlandaskan aturan dan etika syariah, maka keseluruhannya termasuk kedalam Ekonomi Syariah.
Riba dan Bagi Hasil
Perbedaan paling menyolok yang dipahami oleh masyarakat antara Ekonomi Syariah dan Ekonomi Konvensional terletak pada Riba atau Bunga Bank (interest). Hal tersebut terjadi karena Ekonomi Syariah dilandaskan atas konsep bagi hasil / bagi rugi dan secara tegas menolak riba (bunga/interest) yang justru menjadi bagian tak terpisahkan dari Ekonomi Konvensional.
Seperti halnya minuman keras, babi dan narkotika, riba juga memiliki sisi kebaikan. Hanya saja keburukan yang ditimbulkan jauh lebih besar dari manfaatnya. Pengharaman sesuatu oleh Islam pada dasarnya mengikuti prinsip tersebut.
Penolakan Islam terhadap riba dikarenakan praktek riba tidak mencerminkan keadilan, mencegah pemerataan kemakmuran serta merupakan bentuk eksploitasi sebagian manusia atas sebagian yang lain. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh : Pertama, penentuan bunga/riba dilakukan pada waktu akad berdasarkan asumsi usaha tersebut pasti menghasilkan keuntungan. Konsep bunga / riba telah memastikan pemilik modal memperoleh keuntungan dan tidak mengakomodasikan kemungkinan perubahan dari asumsi yang digunakan. Kedua, bunga/riba ditentukan besarnya berdasarkan presentasi dari modal yang dipinjamkan.
Konsep bunga/riba menafikkan kemungkinan keuntungan yang diperoleh dapat lebih kecil dari besarnya beban atas modal (bunga) sehingga menempatkan satu pihak pada kerugian. Ketiga, jumlah bunga/riba yang dibayarkan adalah tetap tanpa mempertimbangkan apakah usaha yang dijalankan mendatangkan keuntungan atau mengalami kerugian. Konsep bunga / riba menempatkan satu pihak sebagai pihak yang pasti tetap memperoleh keuntungan meskipun pihak lain mengalami kerugian. Hal ini adalah bentuk terselubung dari eksploitasi manusia. Keempat, bunga/riba merupakan usaha yang nyaris membebankan seluruh resiko kepada salah satu pihak (debitur).
Posisi kreditur yang lebih kuat dipergunakan untuk menekan debitur yang lebih lemah tanpa menghiraukan besarnya kontribusi riil kedua belah pihak terhadap proses pengembangan modal. Kelima, konsep bunga/riba dapat menyebabkan keterpurukan salah satu pihak pada jerat hutang. Pada skala yang lebih luas, bunga/riba dapat menjadi instrumen penjajahan ekonomi satu negara terhadap negara lain. Hal ini juga menyebabkan mengalirnya kekayaan negara-negara penghutang kepada segelintir negara pemberi hutang yang kahirnya menimbulkan kesenjangan kemakmuran.
Berseberangan dengan konsep diatas, Ekonomi Syariah memperkenalkan konsep bagi hasil yang lebih mencerminkan keadilan. Hal tersebut antara lain karena : Pertama, hal yang dipersetujukan adalah pembagian keuntungan dan kerugian sesuai dengan prosentasi yang disepakati. Ini menempatkan kedua belah pihak pada posisi yang sama terhadap kemungkinan hasil dari usaha.
Kedua, penentuan besarnya nisbah (rasio) dilakukan pada saat akad dengan memperhitungkan kemungkinan untung dan rugi. Ini mengharuskan kemungkinan keuntungan dan resiko kegagalan disepakati dan dipikul bersama oleh seluruh pihak serta menghindarkan eksploitasi salah satu pihak oleh pihak lainnya. Ketiga, besarnya bagi hasil ditentukan dari prosentasi keuntungan usaha. Dalam hal ini kontribusi riil seluruh pihak terhadap pengembangan modal diperhitungkan secara adil dan Keempat, besarnya keuntungan yang diperoleh pemilik modal akan meningkat sesuai dengan besarnya keuntungan yang diperoleh. Pada konsep bunga/riba, hal ini tidak dimungkinkan karena keuntungan didasarkan atas prosentasi dari modal yang besarnya modal adalah tetap.
Tantangan
Geliat Ekonomi Syariah masih berada pada tahap yang amat dini. Meskipun sistem perbankan berbasis syariah berhasil menunjukkan keampuhannya pada krisis moneter yang lalu, namun kontribusi perbankan syariah secara nasional masih kurang dari 1%. Artinya ladang garapan masih sangat terbuka lebar dan diperlukan usaha-usaha memperbesar skala kegiatan agar manfaatnya dapat dirasakan secara luas.
Sebelum dapat menjadi sebuah sistem yang dapat dilaksanakan dilapangan, konsep Ekonomi Syariah masih harus menempuh proses kaji ulang dan perumusan kembali termasuk didalamnya kebijakan moneter dan kebijakan fiskal untuk disesuaikan dengan kondisi saat ini. Pun demikian sejarah telah mencatat bahwa Ekonomi Syariah sebagai sebuah konsep dan sistem telah berhasil menciptakan kemakmuran pada masa-masa awal periode Islam.
Sedemikian berhasil sehingga pada beberapa masa, para pemilik modal dan orang-orang kaya yang mendiami wilayah yang lebih luas dari Batam mengalami kesulitan untuk menemukan orang-orang miskin yang akan menerima zakat mereka. Bagaimana dengan kondisi masyarakat yang hidup dibawah naungan Sistem Ekonomi Non-Syariah ? Secara jujur harus kita katakan, bahwa fakta dan data telah menjawab semuanya. Akankah kita terus hidup dalam bayang-bayang sistem ekonomi yang sudah terbukti tidak kunjung menciptakan kesejahteraan hidup bagi masyarakat.
Dalam tataran konsep, hal yang mendesak untuk dilakukan saat ini adalah memperbanyak literatur-literatur tentang Ekonomi Syariah, menyampaikan informasi (sosialisasi) tentang Ekonomi Syariah secara tepat kepada masyarakat luas, perumusan kurikulum pendidikan ekonomi berbasis syariah serta penggalangan dukungan masyarakat dan pemerintahan bagi proses sosialisasi konsep tersebut. Dalam tataran praktis, tantangan kedepan adalah memberikan bukti-bukti keberhasilan ekonomi berbasis syariah pada cakupan skala kegiatan dan wilayah administrasi yang lebih kecil. Hal ini penting karena keberhasilan yang menjadi sangat mudah dan jelas diamati dilingkup masyarakat yang kecil akan menjadi tonggak perubahan kesadaran. Tapi yang paling diperlukan sekarang adalah ’political will’ pemerintah.
referensi :
• lks ekonomi kelas X
• www.google.com
• www.e.dukasi.net
Sistem ekonomi dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu :
1. Sistem Ekonomi Tradisioanal
2. Sistem Ekonomi Pasar (Liberal/Bebas)
3. Sistem Ekonomi Komando (Terpusat)
4. Sistem Ekonomi Campuran
Dalam tulisan ini, yang saya ingin bahas ialah Sistem Ekonomi Tradisional.
Sistem Ekonomi Tradisional
Sistem ekonomi ini merupakan sistem ekonomi yang dijalankan secara bersama untuk kepentingan bersama (demokratis), sesuai dengan tata cara yang biasa ditempuh oleh nenek moyang sebelumnya.
Dalam sistem ini segala barang dan jasa yang diperlukan, dipenuhi sendiri oleh masyarakat itu sendiri. Tentunya Anda akan bertanya apa tugas pemerintah dalam sistem ekonomi tradisional ini?
Dalam sistem ekonomi tradisional, tugas pemerintah hanya terbatas memberikan perlindungan dalam bentuk pertahanan, dan menjaga ketertiban umum. Dengan kata lain kegiatan ekonomi yaitu masalah apa dan berapa, bagaimana dan untuk siapa barang diproduksi semuanya diatur oleh masyarakat.
Pada umumnya, sistem perekonomian ini berlaku pada negara-negara yang belum maju, dan mulai ditinggalkan.
Ciri-ciri sistem ekonomi tradisional :
a) Produksi dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan berlangsung secara sederhana.
b) Modal pengelolaan terbatas.
c) Pertukaran dilakukan secara barter.
d) Belum mengenal sistem pembagian kerja.
e) Perekonomian terikat pada tradisi yang ada.
f) Sumber daya terletak pada factor alam, terutama tanah.
g) Masyarakat sulit menerima perubahan
Kelebihan sistem ekonomi tradisional :
a) Hubungan dalam masyarakat sangat menjunjung rasa kekeluargaan.
b) Pekerjaan dilakukan secara gotong royong.
c) Tidak ada monopoli.
d) Setiap individu termotivasi untuk menjadi produsen.
Kelemahan sistem ekonomi tradisional :
a) Produktivitas rendah.
b) Hidup masyarakat sering berpindah-pindah.
c) Tidak memiliki alat satuan hitung dalam pertukaran.
d) Sulit mencari orang yang membutuhkan barang yang akan ditukarkan.
e) Maslah kepuasan sering diabaikan.
Cara memecahkan masalah ekonomi melalui sistem ekonomi tradisional.
Dalam mengatasi masalah pokok dalam ekonomi masih bersifat tradisional, sesuai dengan tingakat rekan yang sangat terikat adapt, tradisi warisan leluhurnya yang dianggap tabu bila dilanggarnya.
Dari penjelasan diatas, terlihat bahwa pemerintah tidak campur tangan dalam sistem ekonomi ini. Tugas pemerintah hanya terbatas memberikan perlindungan dalam bentuk pertahanan dan menjaga ketertiban umum. Dengan kata lain, kegiatan ekonomi yaitu masalah apa dan berapa, bagaimana dan untuk siapa barang diproduksi, semuanya diatur oleh masyarakat.
Pada umumnya, sistem perekonomian ini berlaku pada Negara-negara yang belum maju, dan sudah mulai ditinggalkan. Misalnya, Etiopia. Tapi pada umumnya, sistem ekonomi ini sangatlah primitif dan hampir tidak ada lagi di dunia.
Tapi bagaimana dengan Indonesia? Apakah sistem ekonomi tradisional masih ada di Negara kita ini?
Indonesia sebagai Negara yang memiliki banyak pulau, memungkinkan masih adanya masyarakat yang menggunakan sistem ini. Di beberapa daerah pelosok misalnya, seperti suku badui dalam, sistem ini masih digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Sistem Ekonomi Syariah
Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah atau sistim ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah.Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada ditengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrim, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha.Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur’an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur’an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi[5]. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain:
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi. Didalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti “kelebihan”. Dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 275 disebutkan bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba.tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…
Islam juga menempatkan kegiatan ekonomi sebagai sesuatu yang dimungkinkan berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Sebagai contoh model-model transaksi elektronik yang belum dikenal pada masa-masa awal berdirinya Islam diperbolehkan untuk digunakan.
Pembatasan dilakukan hanya pada apakah ada pihak yang dirugikan dalam transaski tersebut atau apakah transaksi tersebut dilakukan untuk barang yang haram diperdagangkan. Islam hanya mengatur syarat serta norma dan menyerahkan mekanisme, pendekatan bentuk dan model kepada masyarakat pada zamannya masing-masing.
Dengan demikian secara garis besar pengertian Ekonomi Syariah adalah semua kegiatan ekonomi baik yang telah dikenal dan dijalankan saat ini atau yang akan ditemukan kemudian yang tidak menimbulkan mudharat (kerugian) pada orang lain termasuk didalamnya tidak melibatkan barang, hal atau jasa yang diharamkan oleh Islam. Lebih ringkas, Ekonomi Syariah adalah kegiatan ekonomi yang berlandaskan aturan dan etika Syariah Islam.
Karena itu Ekonomi Syariah lebih luas dari sekedar perbankan dan asuransi syariah. Hotel, media cetak dan elektronik, retail, jasa, pasar modal, toko, warung dan banyak lagi contoh lainnya yang selama dikelola berlandaskan aturan dan etika syariah, maka keseluruhannya termasuk kedalam Ekonomi Syariah.
Riba dan Bagi Hasil
Perbedaan paling menyolok yang dipahami oleh masyarakat antara Ekonomi Syariah dan Ekonomi Konvensional terletak pada Riba atau Bunga Bank (interest). Hal tersebut terjadi karena Ekonomi Syariah dilandaskan atas konsep bagi hasil / bagi rugi dan secara tegas menolak riba (bunga/interest) yang justru menjadi bagian tak terpisahkan dari Ekonomi Konvensional.
Seperti halnya minuman keras, babi dan narkotika, riba juga memiliki sisi kebaikan. Hanya saja keburukan yang ditimbulkan jauh lebih besar dari manfaatnya. Pengharaman sesuatu oleh Islam pada dasarnya mengikuti prinsip tersebut.
Penolakan Islam terhadap riba dikarenakan praktek riba tidak mencerminkan keadilan, mencegah pemerataan kemakmuran serta merupakan bentuk eksploitasi sebagian manusia atas sebagian yang lain. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh : Pertama, penentuan bunga/riba dilakukan pada waktu akad berdasarkan asumsi usaha tersebut pasti menghasilkan keuntungan. Konsep bunga / riba telah memastikan pemilik modal memperoleh keuntungan dan tidak mengakomodasikan kemungkinan perubahan dari asumsi yang digunakan. Kedua, bunga/riba ditentukan besarnya berdasarkan presentasi dari modal yang dipinjamkan.
Konsep bunga/riba menafikkan kemungkinan keuntungan yang diperoleh dapat lebih kecil dari besarnya beban atas modal (bunga) sehingga menempatkan satu pihak pada kerugian. Ketiga, jumlah bunga/riba yang dibayarkan adalah tetap tanpa mempertimbangkan apakah usaha yang dijalankan mendatangkan keuntungan atau mengalami kerugian. Konsep bunga / riba menempatkan satu pihak sebagai pihak yang pasti tetap memperoleh keuntungan meskipun pihak lain mengalami kerugian. Hal ini adalah bentuk terselubung dari eksploitasi manusia. Keempat, bunga/riba merupakan usaha yang nyaris membebankan seluruh resiko kepada salah satu pihak (debitur).
Posisi kreditur yang lebih kuat dipergunakan untuk menekan debitur yang lebih lemah tanpa menghiraukan besarnya kontribusi riil kedua belah pihak terhadap proses pengembangan modal. Kelima, konsep bunga/riba dapat menyebabkan keterpurukan salah satu pihak pada jerat hutang. Pada skala yang lebih luas, bunga/riba dapat menjadi instrumen penjajahan ekonomi satu negara terhadap negara lain. Hal ini juga menyebabkan mengalirnya kekayaan negara-negara penghutang kepada segelintir negara pemberi hutang yang kahirnya menimbulkan kesenjangan kemakmuran.
Berseberangan dengan konsep diatas, Ekonomi Syariah memperkenalkan konsep bagi hasil yang lebih mencerminkan keadilan. Hal tersebut antara lain karena : Pertama, hal yang dipersetujukan adalah pembagian keuntungan dan kerugian sesuai dengan prosentasi yang disepakati. Ini menempatkan kedua belah pihak pada posisi yang sama terhadap kemungkinan hasil dari usaha.
Kedua, penentuan besarnya nisbah (rasio) dilakukan pada saat akad dengan memperhitungkan kemungkinan untung dan rugi. Ini mengharuskan kemungkinan keuntungan dan resiko kegagalan disepakati dan dipikul bersama oleh seluruh pihak serta menghindarkan eksploitasi salah satu pihak oleh pihak lainnya. Ketiga, besarnya bagi hasil ditentukan dari prosentasi keuntungan usaha. Dalam hal ini kontribusi riil seluruh pihak terhadap pengembangan modal diperhitungkan secara adil dan Keempat, besarnya keuntungan yang diperoleh pemilik modal akan meningkat sesuai dengan besarnya keuntungan yang diperoleh. Pada konsep bunga/riba, hal ini tidak dimungkinkan karena keuntungan didasarkan atas prosentasi dari modal yang besarnya modal adalah tetap.
Tantangan
Geliat Ekonomi Syariah masih berada pada tahap yang amat dini. Meskipun sistem perbankan berbasis syariah berhasil menunjukkan keampuhannya pada krisis moneter yang lalu, namun kontribusi perbankan syariah secara nasional masih kurang dari 1%. Artinya ladang garapan masih sangat terbuka lebar dan diperlukan usaha-usaha memperbesar skala kegiatan agar manfaatnya dapat dirasakan secara luas.
Sebelum dapat menjadi sebuah sistem yang dapat dilaksanakan dilapangan, konsep Ekonomi Syariah masih harus menempuh proses kaji ulang dan perumusan kembali termasuk didalamnya kebijakan moneter dan kebijakan fiskal untuk disesuaikan dengan kondisi saat ini. Pun demikian sejarah telah mencatat bahwa Ekonomi Syariah sebagai sebuah konsep dan sistem telah berhasil menciptakan kemakmuran pada masa-masa awal periode Islam.
Sedemikian berhasil sehingga pada beberapa masa, para pemilik modal dan orang-orang kaya yang mendiami wilayah yang lebih luas dari Batam mengalami kesulitan untuk menemukan orang-orang miskin yang akan menerima zakat mereka. Bagaimana dengan kondisi masyarakat yang hidup dibawah naungan Sistem Ekonomi Non-Syariah ? Secara jujur harus kita katakan, bahwa fakta dan data telah menjawab semuanya. Akankah kita terus hidup dalam bayang-bayang sistem ekonomi yang sudah terbukti tidak kunjung menciptakan kesejahteraan hidup bagi masyarakat.
Dalam tataran konsep, hal yang mendesak untuk dilakukan saat ini adalah memperbanyak literatur-literatur tentang Ekonomi Syariah, menyampaikan informasi (sosialisasi) tentang Ekonomi Syariah secara tepat kepada masyarakat luas, perumusan kurikulum pendidikan ekonomi berbasis syariah serta penggalangan dukungan masyarakat dan pemerintahan bagi proses sosialisasi konsep tersebut. Dalam tataran praktis, tantangan kedepan adalah memberikan bukti-bukti keberhasilan ekonomi berbasis syariah pada cakupan skala kegiatan dan wilayah administrasi yang lebih kecil. Hal ini penting karena keberhasilan yang menjadi sangat mudah dan jelas diamati dilingkup masyarakat yang kecil akan menjadi tonggak perubahan kesadaran. Tapi yang paling diperlukan sekarang adalah ’political will’ pemerintah.
referensi :
• lks ekonomi kelas X
• www.google.com
• www.e.dukasi.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar